Sastra masuk sekolah, mana buku sastra yang layak dibaca pelajar SMA, mana yang tidak?

Sastra masuk sekolah, mana buku sastra yang layak dibaca pelajar SMA, mana yang tidak?

Kemendikbud memasukkan daftar buku sastra yang masuk dalam pembelajaran sekolah. Dari daftar buku itu hampir semuanya sudah pernah saya baca dan menurut saya ada yang tidak layak dibaca anak SMA.


Kilas balik 

Jadi ingat, saya SMP  tahun 1990, dalam pelajaran bahasa Indonesia ada tugas membuat sinopsis dari buku-buku sastra angkatan Pujangga Baru, 45, 66 .Buku yang jadi bacaan ‘wajib’ kala itu yaitu Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van De Wijck, Layar Terkembang dan lain-lain.

Dari baca buku itu, saya jadi suka baca fiksi yang serius – istilah yang saya gunakan  kala itu - karena sebelumnya bacaan saya tidak jauh-jauh dari buku-buku Enid Blyton, komik Nina, Trio Detektif , Lupusnya Hilman. 

Karena pada dasarnya saya suka baca, dikenalkan pada buku sastra, dengan diksi dan susunan kalimat yang enak dibaca dan 'beda' minta baca saya jadi bertambah pada buku sejenis, puncaknya saat kuliah, mengandrungi buku sastra termasuk sastra terjemahan. 

Dari suka fiksi level bacaan saya naik ke buku nonfiksi dengan tema pemikiran, baca-baca buku tema orientalis, biography, pemikiran islam modern dll. Membaca fiksi ternyata jadi pintu gerbang membaca buku non fiksi dengan beragam tema. 

Saat anak saya SMP,  sempat bertanya,”Dapat tuga sekolah baca novel apa dari sekolah?”

“Nggak ada.”

“Masa? Nggak ada tugas nulis sinopsis atau rangkuman buku fiksi gitu.”

“Nggak.”

Anak sekolah sekarang mungkin nggak diharuskan  baca buku fiksi, pikir saya. Padahal penting lho karena dari membaca buku fiksi, seiring waktu bacaan anak akan naik level, terus sampai nanti di titik beralih ke non fiksi tanpa diminta. Udah otomatis aja pengen baca buku, termasuk buku-buku pemikiran. Ini berdasarkan pengalaman pribadi, dari baca buku fiksi jadi suka baca buku pemikiran-pemikiran, waktu jaman kuliah suka baca tema-tema Orientalis, baca buku pemikiran islam seperti Fazlur Rahman dll, efek nongkrong sama anak sosial, padahal saya anak kimia. 

Anak gadis di rumah suka baca fiksi terutama buku-buku Tere Liye (Tere Liye minded lah sampai pernah  nggak mau baca buku fiksi lain selain Tere Liye – segitunya tapi Alhamdulillah karena isi buku-buku Tere Liye value nya sesuai dengan value yang saya tanamkan).

Tidak semua buku sastra layak dikonsumsi anak SMA 

Sekarang, beberapa buku sastra direkomendasikan jadi bacaan anak sekolah, dari buku itu  menurut saya ada buku yang belum layak dibaca anak SMA, salah satunya Cantik Itu Luka. Hampir semua buku sastra yang direkomendasikan  sudah saya baca, karena saya suka baca buku sastra.


Tahun 2015 (buku ini pertama kali terbit tahun 2002) saya membaca Cantik Itu Luka (CIL), rasanya ngeri-ngeri gimana gitu.  Ngeri seperti apa? Yang pernah baca buku Eka Kurniawan lain seperti Lelaki   Harimau, O atau buku lain  pasti paham. Kenyatannya hidup bisa sekejam dan setragis itu. Nggak merasa kagok kalau memposting cuplikannya  deskripsikannya hehehhe. Bisa intip bukunya di gramedia, atau intip buku Eka lain, biar ada bayangan hehehe atau japri saya. 

Bisa dibilang saya shock membaca Canti Itu Luka, padahal  usia saya saat membaca buku ini udah pertengahan 30 an. Perlu  waktu berbulan-bulan untuk menamatkan baca Canti Itu Luka, iya ngeri tapi penasaran. Dan setelah buku itu hatam dibaca, saya jual karena kalau melihat buku itu di rak ngeri aja gitu, terbayang-bayang. waktu itu saya jualnya di toko online dan langsung laku dalam 3 hari, ternyata saya jualnya kemurahan. Nyesel juga sih jual bukunya, karena sekarang harganya mahal hehehe

Apa mental saya selemah itu?   Atau pengalaman membaca buku saya kurang banyak? Pengalaman baca buku sebelum membaca Cantik Itu Luka, lumayan banyak. Sudah pernah baca  buku-buku Ahmad Tohari - Rongeng Dukuh Paruk  yang realis sekaligus getir, sudah hatam baca buku Tentralogi Pulau Buru (Boemi Manusia dan 3 buku lanjutannya), pernah baca buku Ayu Utami - karena penasaran), baca buku Seno Gumira (sampai ngefans), baca sastra terjemahan Anton Chekov, Nikolay Gogol dsb. Buku Pulangnya Leila S. Chudori dan AMBA Laksmi Pamuntjak buku yang cukup getir dan bikin patah hati, malah tragis pas baca bagian surat-surat dari Pulau Buru di bagian akhir buku AMBA.

Sudah banyak pengalaman baca cukup banyak masih shock baca Cantik Itu Luka, selemah itu mental saya (baca Lelaki Harimau Eka aja saya lemah sih hehehe). Saya membayangkan jika anak SMA yang membacanya, anak yang biasa novel Tere Liye seperti anak saya misalnya. Ehm…

Lalu apa pesan dari novel itu bisa diserap si anak SMA yang minim pengalaman? Apa diksinya cukup dipahami?

Sebagai perbandingan, saya pernah meminta anak saya baca buku Bumi Manusia, baru lima lembar sudah menyerah katanya kurang paham bahasanya  nggak ngerti, padahal diksinya ya sederhana tapi memang tidak seperti gaya bahasa fiksi pop. 

Setahun lalu anak saya nanya satu buku,”Mah tahu buku Laut Bercerita?”

“Kata teman aku bagus, aku boleh baca nggak?”

Saya memang mewanti-wanti anak gadis selain novel  Tere  Liye, kalau mau baca buku fiksi harus lapor dulu.

Aman dibaca anak sma

Bacaan anak sma di rumah 


Saya nggak langsung mengiakan karena belum baca bukunya tapi saya udah baca buku Pulang Leila S. Chudori dan menurut saya belum layak di baca anak SMA.

Saya tidak langsung melarang, saya bilang mama baca dulu. Akhirnya belilah saya buku Laut Bercerita, dibaca dan menurut value saya belum layak dibaca anak sma. Saya bilang ke anak gadis, belum boleh baca, nanti kalau udah kuliah boleh baca. Kenapa? Karena ada satu adegan di mana Laut  memadu kasih dengan Anjani.  

Ok saya sudah menanamkan soal value sesuai agama dan norma pada anak-anak sejak kecil tapi di usianya yang sekarang, masih SMA masuk katagori abg, masih labil, masih mudah terpengaruh lingkungan termasuk dari bacaan dan tontonan, saya khawatir perpengaruh pada pola pikir atau value yang kami tanamankan. Hubungan seks di luar nikah bagi value kami bukan hal normal.

Berbeda jika dia membaca buku di usia dewasa, katakanlah usia kuliah, ini berdasarkan pengalaman pribadi juga, jika menemukan bacaan tidak  sesuai value, akan mengganggapnya itu  pilihan orang di luar sana, saya memiliki value sendiri yang  sesuai dengan agama yang saya anut. Membaca ya untuk hiburan, mengolah rasa dan menemukan sejarah (banyak sejarah dibuat dalam bentuk fiksi untuk menghindari pencekalan).

Memang seks dalam buku sastra hanya sedikit, bahkan ada yang hanya satu paragraf ada yang hanya berupa kiasan tapi bagi saya tetap anak SMA belum waktunya membaca, terlebih yang mengarah pada menormalkan hubungan seks di luar nikah, karena pendirian anak di usia itu belum ajeg. 

Apa Bumi Manusia aman dibaca anak SMA? Nggak juga  karena ada adegan Minke dan Annelis berhubungan, tapi Pram tidak mendeskripsikan, hanya dengan kalimat semacam analogi.  Tiga buku lanjutan Bumi Manusia, aman tidak ada muatan seks apapun. 

Ada yang berkomentar, fiksi di aplikasi online lebih parah kalau soal menormalisasi hubungan seks di luar nikah. Benar, saya pernah mengamati fiksi online, yang ramai pembaca, yang laku  yang seperti itu, itu tugas orang tua memantau bacaan anak - remaja.

Saya mengamati fiksi online karena pengen juga nulis fiksi di aplikasi online tapi ya sesuai value saya, nggak mengikuti trend dengan alasan biar ceritanya laku/viral. 

Tentu saja ini pendapat pribadi yang mungkin berbeda dengan ibu-ibu lain. Sekali lagi ini soal  value dan yang saya tulis pendapat pribadi sebagai ibu dari dua orang pelajar.

Untuk yang suka sastra dan usianya sudah kuliah Cantik Itu Luka (CIL), bagus dibaca, tapi sebaiknya sebelum baca buku CIL  baca buku Eka Kurniawan yang lain dulu, biar nggak terlalu shock hehehe. Btw, saya suka diksinya Eka Kurniawan dan ketragisannya, karena kenyataannya hidup bisa lebih tragis dari fiksi (kalau lihat berita kriminal yang seliweran dan bikin istigfar – semoga kita semua dijauhkan).

Alternatif buku Sastra untuk SMA, buku Andre Hirata selain Laskar Pelangi ada buku yang judulnya Ayah, bagus. Buku Tere Liye, Aku, kau dan Sepucuk Angpau Merah, sangat manis untuk bacaan anak SMA. Kalau boleh memaksa saya ingin Seri Para Bedebah dan Tetaplah Bodoh Jangan Pintar Tere Liye  jadi bacaan anak SMA, biar tahu kondisi carut marut di negara tercintanya.

Buku sastra lain yang tidak saya rekomendasikan dibaca anak SMA, Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari, pesan bukunya bagus tapi ya ada adegan dewasanya walaupun cuma sedikit, tapi buku Kubah Ahmad Tohari bagus dibaca anak SMA. Gadis Kretek juga menurut saya belum layak dibaca anak SMA. Balik lagi ke soal value keluarga masing-masing ya. 

Salam sastra.

1 komentar

  1. Info yang beginian jarang banget kita dapatkan dizaman sekolahan dulu. Beruntung sekali anak sekolah sekarang, banjir sumber informasi. Selama punya kemampuan filtering informasi, pasti sangat berguna.

    BalasHapus